Rabu, 29 Mei 2013

Cerpen: Biru, Jatuh Hati


Warna langit pagi ini sebiru warna matamu. Aku masih ingat pertama kali aku mengenalmu. Dan setiap kali aku mendengar suara ombak di pantai ini, aku selalu berharap masa-masa itu akan terulang lagi.

Saat itu aku sedang mengumpulkan cangkang-cangkang kerang yang tersembunyi di balik hamparan pasir. Rasanya seperti memunguti serpihan-serpihan mimpi usang yang setengah terkubur diantara harapan semu yang telah berakhir.

Pantai Pangandaran ini selalu ramai setiap musim liburan, entah kenapa sorot mataku bisa tertahan pada satu sosok diantara turis yang berjumlah ribuan. Mungkin karena sendal jepit biru yang kau kenakan. Kau menatap ke arahku perlahan.

Hey, apakah gerangan yang telah membuatmu penasaran?” bisikku dalam hati. Seketika aku berhenti dari hal bodoh yang sedang kukerjakan, dan belasan cangkang kerang terjatuh dari genggaman, lalu kuberanikan diri untuk melemparkan senyuman.

Si Sendal Jepit Biru mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek abu-abu. Dia berjalan kearahku sambil tersenyum ramah dan bertanya “Berapa harga itu?”. Aku berpikir sesaat dan balik bertanya “Haaah, apa?” dengan wajah ragu. Dia lalu membungkuk di depanku dan memungut sebuah cangkang kerang, “yang ini”.

Maaf, aku tidak menjualnya” kataku. Wajahnya mendadak berubah lesu.

Tapi kau bisa menukarnya dengan sendalmu, kalau kau mau” tawarku.

Really?” tanyanya lagi.

Yeah…” aku tersenyum.

Dia melepaskan alas kakinya.

Kuserahkan cangkang-cangkang kerang yang kukumpulkan tadi ke dalam mangkuk tangannya.
Wow, they are so beautiful!” Dia terpesona, “Awesome!” Sahutnya lagi.

Aku melirik ke bawah, lalu menatapnya,“may I?” tanyaku ragu.

Sure!” jawabnya riang.

Dia kembali membungkuk, meletakkan cangkang-cangkang itu diatas pasir, lalu memakaikan sepasang sendal jepit biru milikknya di kedua kakiku yang telanjang.

Thanks, and nice to meet you” sahutku.

Akhirnya kudapatkan juga sendal jepit biru yang membuatku jatuh hati.

 ___________________________________________________


sumber : http://janelarie17.wordpress.com
Lanjut baca yuk...

Cerpen: Dandelion


 Sayup-sayup suara burung pagi ini seperti membangunkan ku dari tidur panjang, aku membuka mataku, berjalan kearah jendela dan membukanya. Paparan sinar matahari pagi, udara pagi, dan suara kendaraan orang-orang yang akan berangkat kerja, serasa membuatku bersyukur masih bisa menyaksikan kota Paris pagi ini. Secangkir kopi selalu menemani indahnya pagi ku, menyesap sedikit rasa pahit dan juga aroma kopi ini serasa tidak lengkap jika tidak memikirkan seorang kamu.

"Seorang pelukis itu, bebas untuk melukiskan apa pun yang di lihat dan di pikir kan nya. Dan pasti, seorang pelukis punya arti tersendiri jika melukiskan sesuatu." kata mu pada ku, di awal pertama kali kita bertemu.

Pagi itu, aku sedang duduk di taman Parc de Sceaux, bersama dengan yang lain. "Maksud mu?" tanya ku bingung.

Kamu duduk di sebelah ku, dan melihat kearah lukisan ku. "Kamu melukis dandelion, pastinya kamu punya maksud tersendiri dari lukisan mu itu, bukan?"

"Yeah.. tentu saja. Aku melukis dandelion karena bunga dandelion itu indah." jawab ku.

"Kamu tau gak, dandelion bukan hanya bunga yang indah, tapi juga mempunyai arti kebebasan." kata mu, sambil berdiri, lalu mengambil setangkai bunga dandelion, dan meniupnya. Lalu kamu kembali sibuk dengan kameramu.

Entah sejak saat itu, ketika setiap pagi aku ketaman, aku sangat ingin melihat dirimu disana, sibuk dengan kamera SLR mu, memotret begitu banyak dandelion. Kecintaan mu dengan dandelion, membuat ku ingin melukiskan dirimu, dengan dandelion.

Dan hari ini, ketika kopi ku sudah habis ku nikmati, aku segera mandi, dan pergi ke taman. Cuaca hari ini memang sangat mendukung sekali untuk berjalan-jalan di taman, dan karena ini hari kerja, mungkin akan sedikit orang-orang yang berkumpul di taman.

Dan, yeah.. Pagi ini kamu ada. Seperti biasa, dengan kamera mu, kamu sibuk untuk memotret dandelion, atau bahkan apa pun yang menurut kamu menarik. Aku mengeluarkan buku gambar ku, merobek halamannya, dan menghampiri mu.

Kamu kaget, ketika aku memberikan mu sebuah lukisan dirimu yang sedang meniup dandelion. "Untuk mu." kata ku.

"Apakah orang ini aku?" tanya mu, dengan muka yang menurut ku sedikit kagum dan kaget.

"Yeah.. dan aku rasa, sebuah lukisan bisa mewakil kan beribu-ribu kata yang tak bisa di utarakan secara langsung." kataku tersenyum.

Lega rasanya ketika mengetahui kamu menyukai lukisan ku, this is for you, my dandelion.

____________________________________________________________


cerpen random, masih belajar.
mohon bimbingannya, klo ada
kritik atau saran, silahkan komen :)
(c) septy
Lanjut baca yuk...

Cerpen: Hujan Kala Itu


Hujan memang memiliki banyak kisah, entah sudah berapa buah lagu, puisi atau sebuah cerpen yang tercipta karena kehadiran sang hujan. Begitu juga dengan ku, hujan selalu mengingatkan ku padamu. Kamu yang ketika tersenyum ada lesung pipi di sebelah kiri, manis sekali. Mungkin sudah sekitar satu bulan ini aku memperhatikan mu dari jauh, tanpa mengetahui siapa nama mu. Rasanya ketika berhadapan dengan mu, seperti ada bom-bom waktu yang akan siap meledak saat ini juga. Bahkan hanya untuk tersenyum pada mu, jantungku berasa ingin copot. 

“Lo gila ya, Re? Selama sebulan ini lo selalu ngomongin dia terus, tanpa tau dia tuh siapa sebenernya, padahal kan lo satu kantor sama dia, Re.” ujar Fia, sahabat ku ketika sedang bermalam di rumah ku.

“Gue gak tau harus kaya gimana biar bisa kenal sama dia, Fi. Ngeliat dia senyum aja, jantung gue udah deg-degan. Apalagi sampe kenalan sama dia.”

“Yaaah.. kalo emang lo gak berani untuk kenalan sama dia, jangan pernah bermimpi untuk bisa tau siapa nama dia, apalagi sampe deket sama dia. Buang jauh-jauh deh mimpi lo itu, Re.”

“Kadang.. gue justru ngerasa kalo mimpi gue ini lebih nyata.” ujar ku, di jawab dengan sebuah tawa oleh Fia.

Yaah.. aku tau memang aku ini seorang pengecut, satu kantor, tapi sama sekali gak tau siapa dia, bahkan namanya saja aku tidak tau. Tapi aku sudah merasa senang bisa dekat dengan dia, di alam bawah sadar ku tentunya.

***

Lagi-lagi hujan, entah sudah berapa banyak baju ku di jemuran yang belum juga kering karena hujan yang terus mengguyur kota ku tercinta ini. Aku duduk di sebuah halte depan kantor ku, menunggu bis yang akan membawa ku kerumah. Hari ini berasa sangat berat sekali kepala ku, selain karena tugas kantor yang memang lagi banyak-banyak nya, juga karena hari ini aku tidak melihat si lesung pipi di kantor. Entah kemana dia hari ini.

“Boleh pinjem payung nya?” ujur seseorang yang menyadarkan ku dari lamunan. Dan betapa kagetnya aku melihat si lesung pipi sedang berdiri di hadapan ku dengan senyum manisnya. “Kebetulan mobil gue agak jauh dari sini, kalo gak keberatan, boleh pinjem payungnya sebentar?”

Aku terdiam agak lama memandang nya yang sedang berdiri di hadapan ku dengan muka kebingungan, “Halooo.. boleh gak gue pinjem payung nya?” kata nya sambil melambaikan tangannya di depan muka ku.

“Eh.. i-iya boleh.. ini..” jawab ku sambil menyerahkan payung kesayangan ku padanya.

“Makasih, ya. Kayaknya gue pernah liat lo deh. Lo satu kantor sama gue kan?” Tanya nya, “kenalin, nama gue Andra.” Dia mengulurkan tangannya.

Aku menyambut uluran tangannya, “Re.. Renata..” jawab ku, dan pas sekali bis yang sedang aku tunggu-tunggu pun datang, “eh.. aku duluan, ya. Bis ku udah dateng.”

“Loh, terus balikin payungnya gimana?”

“Kapan-kapan aja kalo kamu sempet..” jawab ku yang mencoba senyum.

“Oke deh.. makasih ya, Renata.” Katanya dengan senyum manis seperti biasanya.

***

Aku tidak menyangka, jika hujan kala itu membawa keberuntungan juga untuk ku. Laki-laki yang aku kagumi, yang bahkan namanya saja aku tidak tau, hari ini, berbicara padaku, bahkan mengajak ku kenalan. Walaupun bukan kenalan dengan maksud karena tertarik, tapi aku sangat senang sekali. Dan sekarang aku tahu siapa namanya, walaupun hanya tahu namanya saja, tapi paling tidak, mimpi ku ada yang menjadi nyata. Aku harus berterima kasih kepada Tuhan, untuk hujan kala itu.

 _____________________________________________________________


cerpen random, masih belajar.
mohon bimbingannya,
kalo ada yg kurang, bisa
kasih komen, makasih :)
(c) septy

Lanjut baca yuk...

#Hujan

 
Malam ini, hujan turun lagi.
Deras seperti biasanya.
Rintik-rintik hujan selalu mengingatkan ku padamu.
Seperti ribuan tetesan rindu yang disampaikan langit kepada bumi.
Seperti rindumu, yang tak pernah bisa habis ku baca.
Seperti ribuan ucapan cinta yang tak tersampaikan,
Tapi dapat ku lihat dari sorot mata mu saat memandangku. 


(c) septy
Lanjut baca yuk...

Jumat, 10 Mei 2013

Cerita Rakyat Jambi : Putri Reno Pinang Masak

Pada zaman dahulu, di belakang Dusun Pasir Mayang, ada sebuah kerajaan yang bernama Limbungan. Kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu Putri Reno Pinang Masak. Putri ini terkenal dengan kecantikannya yang menawan hati. Tak mengherankan banyak raja dan putra raja yang menghendaki mempersuntingnya. Namun tak seorang pun raja atau putra raja yang meminang yang diterimanya. Semua pinangan ditolaknya.

Disamping cantik, putri ini terkenal pula berbudi luhur, arif serta bijaksana. Kebijaksanaannya dipuji-puji oleh rakyatnya. Ia adil dan jujur, rakyatnya yang miskin mendapat jaminan hidup dalam hal makan dan minum. Yang kaya, diberi luang dan kesempatan untuk menambah dan mengendalikan kekayaannya. Golongan rakyatnya yang kaya ini kelak harus pula menjamin kelangsungan hidup bagi yang miskin. Dengan demikian terdapat suasana yang harmonis antara sesame anggota masyarakat negeri Limbungan.

Dalam menjalankan pemerintahannya, sang ratu dibantu oleh tiga orang huluibalang yang baginda percayai. Hulubalang yang pertama bernama Datuk Raja Penghulu, terkenal sebagai orang arif dan bijaksana yang kedua bernama Datuk Dengar Kitab, seorang hulubalang yang mempunyai keistimewaan dapat mengetahui kejadian-kejadian yang akan dating melalui sebuah kitab yang dimilikinya. Hulubalang yang ketiga ialah Datuk Mangun, bertugas sebagai panglima perang kerajaan.

Kecantikan Putri Reno Pinang terdengar pula sampai ke telinga raja Jawa. Lama-kelamaan raja negeri Jawa lalu mengirim utusan untuk melamar sang putri. Ternyata lamaran tersebut ditolak oleh Putri Reno Pinang Masak. Raja Jawa sangat tersinggung karena lamarannya ditolak dengan tegas. Timbullah kemudian tekad raja Jawa untuk bersumpah bagaimanapun akan mengambil Putri Reno Pinang Masak dengan cara kekerasan.

Putri Retno Pinang Masak tidak takut sama sekali akan ancaman raja negeri Jawa yang telah mabuk kepayang itu. Bahkan baginda ratu sangat gemas dan geram. Baginda memandang gelagat raja Jawa tadi sebagai yang akan merusak kedaulatan negertinya. Oleh sebab itu baginda memanggil ketiga hulubalang serta mengumpulkan rakyat negerinya. Bersama-sama dicarilah bagaimana cara untuk raja jawa yang mengancam akan menyerang negeri Limbungan. Mencari jalan yang sebaik-baiknya melalui pemikiran, musyawarah dan mufakat. Akhirnya didapatkan suatu cara yang telah disepakati bersama dalam perundingan tersebut. Negeri diberi berparit.


Di samping itu harus dipagar pula dengan bambu berduri. Bambu yang dahan dan rantingnya harus berduri. Maka dicarilah tumbuhan tersebut. Setelah dapat maka segera ditanam berlapis-lapis, sebagai pagar negeri untuk menghalangi supaya tentara Jawa jangan masuk. Pagar inilah nanti sebgagai benteng pertahanan. Negeri Limbungan sudah dilingkupi dengan pagar bamboo berduri. Untuk keluar masuk hanya ada sebuah gerbang. Di pintu masuk, ini telah menunggu Datuk. Mangun beserta anak buahnya.

Raja Jawa beserta tentaranya datang jalan satu-satunya untuk memasuki Limbungan adalah sebuah gerbang yang dijaga oleh hulubalang Datuk Mangun dan anak buahnya. Ke sanalah raja Jawa mengarahkan serangan. Terjadilah pertempuran yuang sengit. Ternyata tentara Jawa tak kuasa sedikit pun menembus pertahanan Datuk Mangun yang didapingi oleh prajurit-prajurit serta rakyat negeri Limbungan yang tangguh. Tentara Jawa perkasa mundur dengan menderita korban besar.

Melihat tentaranya gagal memasuki Limbungan dan menderita kekalahan besar, raja Jawa memanggil semua hulubalang dan mengumpulkan semua prajuritnya. Maka diadakan perundingan dicari akal melalui pikiran orang banyak. Maka dapatlah suatu akal tipu muslihat. Dikumpulkan semua uang ringgit logam. Uang logam ini dijadikan peluru yang akan ditembakkan ke setiap rumpun bambu yang berlapis-lapis tadi. Ditembakkan berulang-ulang, sepuas-puas hati tentara Jawa, sehingga uang ringgit logam itu beronggokan di celah pohon bamboo berduri tersebut. Kemudian raja Jawa beserta tentaranya pun pergilah kembali.




Dalam pada itu ada seorang penduduk negeri Limbungan tidak disengaja, bersua dengan onggok-onggokan uang ringgit logam itu sepanjang edaran pagar bamboo negeri. Melihat uang logam itu sangat banyak terniat di hatinya untuk memberitahukan hal tersebut kepada baginda ratu. Lalu diambilnya sebuah untuk diperlihatkan kepada sang ratu di istana.

"Dimana engkau dapat ringgit logam itu, Datuk?” Tanya baginda ratu penuh keheranan.

“Di rumpun-rumpun bamboo benteng pertahanan kita. Tuanku!” jawab pembawa ringgit logam itu agak tergagap. “Bertimbun banyaknya.”

“Baiklah!” kata sang ratu pula. “Aku yakin Datuk tidak berbohong. Mari kita lihat!”

Benar saja! Ratu menemukan uang ringgit logam bertumpukan di sela-sela rumpun bambU. Maka setelah dirundingkan dengan semua orang diputuskan untuk mengambil semua uang logam tersebut. Untuk memudahkan pengambilannya, pohon-pohon bambU itu pun ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke istana.

Pada saat itu pula ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke Istana. Pada saat itu pula raja Jawa bersama tentaranya datang menyerbu dengan tiba-tiba. Karena benteng pertahanan tak ada lagi pasukan negeri Jawa dengan mudah masuk negeri Limbungan. Tentara beserta rakyat Limbungan tidak dapat menahan serangan yang mendadak itu.

Putri Retno Pinang Masak sadar akan kesalahannya. Ia sangat menyesal akan kealpaannya. Dengan rasa masygul diam-diam pergilah baginda seorang diri meninggalkan negeri yang dicintainya.

Ternyata kemudian tahu jugalah rakyat bahwa ratunya sudah tidak ada lagi di istana. Negeri Limbungan menjadi gempar. Berusahalah rakyat mencari kemana mana. Ada yang mencari ke hulu, ada yang ke hilir, ada pula yang mencari ke darat dank e baruh (pinggir sungai). Bahkan ada yang mencari sampai ke tepi laut. Namun ratu mereka tak kunjung bersua.

Akan halnya ketiga hulubalangnya, Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, serta Datuk Mangun bermufakat ketika itu untuk bersama-sama mencari ratu Putri Reno Pinang Masak. Mereka masuk hutan keluar hutan. Bila bertemu dengan seseorang mereka tak jemu bertanya. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Maka mereka lanjutkan pula perjalanan. Lurah diturun, bukit di daki. Semak-semak disinggahi kalau-kalau ada putrid Reno Pianang Masak, atau mayatnya. Ketiga hulubalang itu bertekad berpantang berbalik, pulang sebelum yang di cari bersua hidup atau mati. Kalau perlu nyawa mereka sebagai taruhannya.

Sementara itu seorang petani desa Tenaku sedang berada di rumahnya. Ia baru saja selesai bekerja menyiangi rumput hari baru tengah hari, petani itu akan beristirahat ke pondoknya. Menjelang ia sampai ke pondoknya ia sangat terkejut, di mukanya di udara yang cerah dilihatnya melayang-layang sepotong upih pinang. Kemudian upih tersebut jatuh tak berada jauh dari tempatnya berdiri. Ia sangat heran mengapa ada upih pinang di humanya. Kalau itu upih pinang yang ada di desanya, taklah mungkin sejauh itu, diterbangkan angina. Dalam keheranan, petani itu bergegas menuju ke tempat upih jatuh tadi. Sesampai di sana ia sangat terkejut. Dilihatnya sesosok tubuh wanita cantik tergeletak memucat yang dilihatnya itu tak dikenalnya. Ia cukup hapal semua penduduk desanya. Apalagi orang yang sudah dewasa seperti yang dilihatnya. Di baliknya sebentar. Memang wajah yang tak dikenalnya sama sekali. Maka diputuskannyalah untuk memberitahukan penduduk desanya.

Ternyata semua penduduk desa Tenaku sama dengan petani tersebut tak juga mengenal siapa gerangan orang yang meninggal secar aneh itu. Semua yang hadir menjadi gempar. Mereka saling berpandangan dan bertanya satu sama lain. Di saat demikian maka dipanggil seorang dukun.

Dukun telah datang. Ia segera membakart kemenyan. Setelah itu dibacanya jampi-jampi ramalan. Dalam waktu yang singkat dapatlah diketahuinya siapa gerangan mayat yang berbaring di huma itu.

“Jenazah yang kita temui ini “Katanya mengabarkan kepada orang banyak yang mengelilinginya.

“Jenazah yang melayang jatuh dari udara bagaikan upih pinang ini adalah jenazah Tuan Putri Reno Pinang Masak raja negeri Limbungan!”

Mendengar ramalan dukun tersebut semua orang yang hadir sangat terkejut. Suara bergumam berdengung bagai suara lebah terbang. Wajah-wajah yang keheranan segera berubah menjadi suram dan sedih. Terbayang kepada orang banyak itu betapa sengsaranya tuan baginda ratu negeri pada saat-saat terakhir hidupnya.

Pada saat itu juga diambil keputusan untuk memakamkan sang putri di huma di desa Tenaku itu. Sang ratu dimakamkan secara sederhana tanpa disaksikan rakyatnya. Rasa tanggung jawabnya yang besar terhadap rakyat dan negerinya sudah berakhir. Sampai sekarang makam di desa Tenaku tersebut dinamakan “Makam Upih Jatuh”.

Lama-kelamaan ketiga hulubalang yakni Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, dan Datuk Mangun sampai pula ke tempat Putri Reno Pinang Masak dimakamkan. Setelah mereka ketahui bahwa itu adalah makam baginda ratu Puteri Reno Pinang Masak, tiba-tiba saja mereka jatuh pingsan dan terus meninggal. Ketiga hulubalang itu dimakamkan pula di sana di samping makam Puteri Reno Pinang Masak. Sampai sekarang makam keempat orang tersebut masih ada dan dikeramatkan orang pula.





Sumber


Lanjut baca yuk...

Asal Nama Pulau-Pulau di Indonesia

1. Sumatera
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera



2. Jawa
Asal-usul nama ‘Jawa’ tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah bahwa para musafir dari India menamakan pulau ini berdasarkan tanaman jáwa-wut, yang sering dijumpai . Ada kemungkinan lain sumber: kata Jau dan variasinya berarti “di luar” atau “jauh”. Dan, dalam bahasa Sansekerta yava berarti barley atau Jelai atau Jawawut, tanaman yang terkenal pulau itu. Sumber lain menyatakan bahwa kata “Jawa” berasal dari Proto-Austronesia yang berarti ‘rumah’.



3. Bali
Asal usul nama untuk Pulau Bali yang berhasil ditemukan dalam prasasti-prasasti sampai pada saat ini adalah nama-nama : Wali, Bali, Banten.
  1. Sebutan “wali” untuk Pulau Bali ditemukan dalam prasasti-prasasti Blanjong (di daerah Sanur, Denpasar) yang bertahun Saka 83r4 ). Nama Wali itu ditemukan dalam kaitannya dengan kata-kata dalam Prasasti tersebut yang berbunyi …………….Walidwipa…………Pulau Bali. Kata Wali yang berasal dari kata Sanskerta berarti Persembahan dalam bahasa Inggris disebut Offering.
  2. Pada tahun Saka 905 yakni tujuh puluh tahun setelah ditulisnya kata Wali untuk nama Pulau Bali di dalam Prasasti Gobleg, Pura Desa II. Dalam Prasasti ini ditemukan kata-kata ……..siwyan……..dini di Bali………….yang artinya “dihormati di sini di Bali”.
  3. Nama Bali untuk Pulau Bali ditemukan pula dalam Prasasti Raja Jayapangus antara lain dalam Prasasti Buahan D (1103 Saka) dalam kaitannya dengan kata-kata yang berbunyi,….pinaka pangupajiwaning jiwa wardhana ring Bali Dwipa,….yang artinya “merupakan sumber penghidupan demi pertumbuhan setiap penduduk di Pulau Bali.


4. Kalimantan
  1. Borneo dari kata Kesultanan Brunei Darussalam yang sebelumnya merupakan kerajaan besar dan luas (mencakup Serawak dan sebagian Sabah karena sebagian Sabah ini milik kesultanan Sulu-Mindanao. Para pedagang Portugis menyebutnya Borneo dan digunakan oleh orang-orang Eropa. Di dalam Kakimpoi Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 Kerajaan Brunei kuno disebut “Barune”, sehingga ada pula yang menyebutnya “Waruna Pura”. Namun penduduk asli menyebutnya sebagai pulo Klemantan.
  2. Menurut Crowfurd dalam Descriptive Dictionary of the Indian Island (1856), kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.
  3. Menurut Dr. B. Ch. Chhabra dalam jurnal M.B.R.A.S vol XV part 3 hlm 79 menyebutkan kebiasaan bangsa India kuno menyebutkan nama tempat sesuai hasil bumi seperti jewawut dalam bahasa sanksekerta yawa sehingga pulau itu disebut yawadwipa yang dikenal sebagai pulau Jawa sehingga berdasarkan analogi itu pulau itu yang dengan nama Sansekerta Amra-dwipa atau pulau mangga.
  4. Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall menyebutkan bahwa kata Kalimantan berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan, Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu.
  5. Menurut W.H Treacher dalam British Borneo dalam jurnal M.B.R.A.S (1889), mangga liar tidak dikenal di Kalimantan utara. Lagi pula Borneo tidak pernah dikenal sebagai pulau yang menghasilkan mangga malah mungkin sekali dari sebutan Sago Island (pulau Sagu) karena kata Lamantah adalah nama asli sagu mentah.
  6. Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Sriwijaya (LKIS 2006), kata Kalimantan bukan kata melayu asli tapi kata pinjaman sebagai halnya kata malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung). Kalimantan atau Klemantan berasal dari Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.


5. Sulawesi
Orang Portugis adalah yang pertama merujuk ke Sulawesi sebagai ‘Celebes’. Arti nama ini tidak jelas. Satu teori mengklaim kalau itu berarti “sulit untuk dicapai” karena pulau tersebut dikelilingi arus laut dan air dan sungai yang deras. Nama modern ‘Sulawesi’ mungkin berasal dari kata-kata sula ( ‘pulau’) dan besi ( ‘besi’) dan dapat merujuk kepada sejarah ekspor besi dari Danau Matano yang kaya akan deposit bijih besi.




6. Irian Jaya atau Papua
Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.

Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.

Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.
Tanah Papua sangat kaya.

Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).

Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
Irian sendiri merupakan kependekan dari Ikut Republik Indonesia, Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia, rejecting the Netherlands)
Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.


7. Sabang dan Pulau Weh
Berbicara mengenai sejarah, nama Sabang sendiri berasal dari bahasa Arab, Shabag yang artinya gunung meletus. Mengapa gunung meletus? mungkin dahulu kala masih banyak gunung berapi yang masih aktif di Sabang, hal ini masih bisa dilihat di gunung berapi di Jaboi dan Gunung berapi di dalam laut Pria Laot.

Sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi Yunani, Ptolomacus berlayar ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut selat Malaka, pulah Weh! Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut. Pada abad ke 12, Sinbad mengadakan pelayaran dari Sohar, Oman, jauh mengarungi melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Sinbad berlabuh di sebuah pulau dan menamainya Pulau Emas, pulau itu yang dikenal orang sekarang dengan nama Pulau Weh.

Sedangkan Pulau Weh berasal dari kata dalam bahasa aceh, ”weh” yang artinya pindah, menurut sejarah yang beredar Pulau Weh pada mulanya merupakan satu kesatuan dengan Pulau Sumatra, karena sesuatu hal akhirnya Pulau Weh, me-weh-kan diri ke posisinya yang sekarang. Makanya pulau ini diberi nama Pulau Weh.


8. Bangka
Asal Usul Nama Pulau Bangka memiliki beberapa versi.
  1. Temuan arkeologi yang terkenal adalah prasasti kota kapur yang menggunakan huruf pallawa dalam bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti kota kapur ini menunjukan pengaruh kerajaan sriwijaya atas pulau bangka kala itu, diperkirakan antara abad ke-6 Masehi dan abad ke-7 Masehi. Prasasti itu dibuat masa pemerintahan Dapunta Hyang, penguasa kerajaan Sriwijaya. Artifak ini ditemukan oleh seorang Belanda bernama J.K. van der Meulen di tahun 1892 di daerah kabupaten Bangka, kecamatan Mendo Barat.  Kemudian artifak-artifak tersebut dianalisa oleh H. Kern, seorang ahli Epigrafi, dimana ia menganggap bahwa sriwijaya adalah nama seorang raja, karena “sri” mengindikasikan seorang raja. Hingga akhirnya George Cœdès (1886-1969), seorang sejarahwan dan arkeolog Perancis menyatakan bahwa Sriwijaya adalah sebuah Kerajaan. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak. Isinya berupa “low enforcement”bagi orang-orang pulau Bangka, yakni semua orang yang melawan atau memberontak terhadap Sriwijaya akan dihukum dan dikutuk. Di dalam salah satu prasasti tersebut tertulis  “VANKA“ dalam huruf pallawa, yang diartikan TIMAH.
  2. Asal Usul Versi berikutnya adalah Nama Pulau Bangka berasal dari kata bangkai. Mengapa demikian? Hal ini berkaitan dengan banyaknya bangkai kapal yang kandas di pesisir Bangka. Sehingga akhirnya disebut Pulau Bangkai yang berubah menjadi Pulau Bangka.
  3. Adapula mitos adanya seorang raksasa besar yang mati terdampar dan bangkai si raksasa itu akhirnya menjadi pulau bangka.
  4. Versi lain, diantaranya ada yang mengatakan bahwa Pulau Bangka itu berasal dari jenis batang kayu  namanya “ kayu bangka ” yang banyak dibuat menjadi bandan kapal.
  5. Selanjutnya versi yang mengatakan bahwa Nama Pulau Bangka berasal dari orang-orang Tionghoa yang menyebutnya “BANGKA” yang artinya timah. Hal ini didukung dengan fakta-fakta sejarah dimana orang-orang Tionghoa dominan menjadi penambang timah jauh sebelum Belanda dan Inggris. Bahkan jumlah orang Tionghoa yang datang itu tercatat pernah hingga melebihi jumlah pribumi yang ada. Bagi orang Tionghoa, timah adalah alat yang penting untuk membuat kertas sembahyang dan perkakas, disamping mereka perdagangkan timah batangan dengan orang-orang Eropa. Hingga kini, keturunan orang Tionghoa tersebut masih mendiami Pulau bangka sebagai tanah air mereka. 90%-nya adalah Tionghoa suku Hakka (khek), mereka berbahasa Melayu bangka dan Thong Boi, Bahasa suku Hakka (khek),  dan menjadikan “Urang Bangka“ atau “Bangka Ngin” sebagai identitas mereka sehari-hari.


9. Sunda
Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil.
  1. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan.
  2. Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.
Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.
Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.
Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor.
Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.


10. Timor
Nama Negara Timor berasal dari bahasa Austronesia yang berarti Timur. Nama Pulau Timor sebetulnya berasal dari penyebutan orang-orang Nusa Tenggara yang melihat bahwa pulau tersebut terletak di gugusan kepulauan Nusa Tenggara yang berada paling timur. Dari nama Pulau Timor itulah muncul nama Negara Timor.


11. MALUKU-KEPULAUAN REMPAH-REMPAH
Maluku memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.
Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.
Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.

Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.

Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.



dari berbagai sumber
Lanjut baca yuk...

Kamis, 09 Mei 2013

Cerita Rakyat : Roro Mendut

Shakespeare punya karya masyhur Romeo-Juliet. Di bumi Timur Tengah juga ada kisah Layla-Majnun. Nah, Pati juga punya cerita rakyat –dan ini kisah nyata, yaitu Roro Mendut dan Panacitra. Saking melegendanya, penulis kawakan Putu Wijaya pernah mengangkat parodinya dalam sebuah cerpen yang berjudul Mendut (Kumpulan Cerpen Gres, Balai Pustaka, maaf, lupa tahun terbitnya, gak bawa bukunya).

Putu memang penulis idola saya. Namun sebenarnya saya menantikan buah tangan dari penulis besar Pramoedya Ananta Toer menuturkan kisah ini. Sayang, entah memang Pram tak pernah menulisnya, atau hingga kini karyanya banyak yang hilang, hingga sekarang dia tiada, saya tak menemukan karyanya tentang Mendut –mungkin juga koleksi buku Pram yang masih minim saya baca. Bisa kita bayangkan, gaya bahasanya yang menggugah sentimental, kisah rakyat jelata ini akan hidup di tangan Pram. Sayang, hal itu nampaknya tak pernah terjadi. Padahal dari tangannya kita menikmati Calon Arang, Arok-Dedes, dan Arus Balik, dan karya besar lainnya.

Bisa dibilang, kisah Mendut ini adalah kelanjutan dari apa yang diceritakan dalam Arus Balik Pram. Arus Balik hanya terhenti pada kemunduran Demak. Arus Balik belum menceritakan kelanjutan Pajang yang makin mundur ke pedalaman Mataram. Nah, ceritera Mendut ini bersetting masa Mataram di bawah Sultan Agung. Mendut di sini tiada kaitannya sama sekali dengan Candi Mendut yang menjadi bagian dari trilogi Candi Budha di Magelang (Mendut-Pawon-Borobudur).

Mendut adalah nama perempuan elok molek yang terlahir dari Desa Trembagi, Pati. Saya hingga kini belum menemukan tahun berapa, sebagai tarikh yang tepat dalam menjelaskan peristiwa ini. Tentu diperlukan studi historis yang lebih mendalam. Namun hal itu, dalam konteks ini, bisa agak dikesampingkan. Kita lakukan saja pendekatan ‘dongeng’ daripada pendekatan ‘sejarah’. Meskipun ini kisah nyata, rakyat lebih mengakrabinya sebagai hikayat atau dongeng. Namun, sebagai patokan, jika memang hingga kini diyakini Mendut hidup pada masa kekuasaan Sultan Agung, tentu konteksnya adalah dekade awal tahun 1600-an.

Mendut sejak kecil diasuh oleh Adipati Pati. Kadipaten Pati (dulu namanya Pesantenan, karena penghasil santan yang kesohor, dan dikenal juga dengan penghasil dawet –minuman khas Jawa yang menggunakan santan dan cendol) adalah sebuah kadipaten kecil yang masih belum bisa ditaklukkan oleh Mataram. Pram menyebutkan bahwa Pesantenan memang sempat jatuh di tangan Demak pada masa ekspedisi Trenggono (raja ketiga setelah Raden Patah dan Pati Unus alias Pangeran Sabrang Lor. Trenggono sendiri naik takhta setelah menyingkirkan Pangeran Sekar Sedo ing Lepen, yang dibunuh oleh anak Trenggono, Sunan Prawoto. Trenggono akhirnya tewas diracun oleh pemuda berusia sepuluh tahun yang menyamar sebagai pelayan minuman. Trenggono terbunuh dalam usaha penaklukan kerajaan di Jawa Timur). Trenggono memang getol mencaplok kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Pantura atau pesisir.

Selepas keruntuhan Demak dan ditariknya kekuasaan ke pedalaman Pajang oleh Jaka Tingkir, mungkin saja nasib Pati kembali lepas dari kekuasaan kerajaan manapun. Saya bukan ahli sejarah, bisa dicek kepastiannya. Setelah itu, Pajang makin masuk ke pedalaman selatan dan menjadi Mataram.

Sultan Agung ketika menjabat raja Mataram, juga hendak menguasai kerajaan-kerajaan kecil yang masih berserak di pulau Jawa. Dari sudut pandang yang antikeraton, tindakan ini bisa dibilang hendak menguasai dan mempertahankan kekuasaan yang masih tersisa, mengingat penjajah Belanda makin meruyak di tanah Jawa. Dari sudut pandang prokeraton, tindakan ini diartikan sebagai usaha mempersatukan tanah Jawa demi mengusir penjajah Belanda. Kita tinggalkan saja debat ini. Saya sendiri tak tertarik dengan hal yang berbau keraton apalagi golongan ningrat. Yang jelas faktanya, Mataram hendak mencaplok Pati –sebagai salah satu kerajaan kecil di pesisir utara.

Politik yang dijalankan oleh Sultan Agung, jika usaha bersenjata tak bisa berjalan mulus, maka dijalankanlah usaha persaudaraan dengan perkawinan. Hal ini yang dia lakukan dengan mengawini putri dari Surabaya. Nah, usaha persahabatan inilah yang hendak dia lakukan. Diutuslah Tumenggung Wiraguna untuk menaklukkan Pati.

Setibanya rombongan Mataram di Pati dan bertemu dengan Adipati, Pati sepakat mengakui kekuasaan Mataram. Sebagai tanda taklukan, Adipati menyerahkan gadisnya kepada Tumenggung Wiraguna. Dipilihlah gadis asuhnya, Mendut. Diboyonglah Mendut ke Tlatah Mataram.

Padahal, Mendut sendiri sudah merajut cinta dengan seorang pemuda bernama Panacitra. Tak rela gadisnya beranjak ke negeri lain, Panacitra pun mengikuti jejaknya ke Mataram. Setibanya di Mataram, Panacitra menyamar jadi pekatik (pegawai yang merawat kuda prajurit dan raja). Lewat jalur itulah Panacitra dan Mendut bisa bertemu melepas rindu.

Mendut sendiri tak sudi bakal disunting oleh si tua Wiraguna. Dibiarkanlah beberapa waktu, agar Si Mendut tumbuh lebih dewasa. Mendut tak sudi hidup di lingkungan keraton. Dia pun diperbolehkan keluar dari lingkungan istana, asalkan, dia bisa mencari nafkah dengan tenaga sendiri.

Nah, Si Mendut pun menyanggupi tantangan ini, dengan menghidupi diri sendiri dengan berjualan rokok. Setiap pria, baik muda maupun tua, sangat tersihir oleh pesona kecantikan Mendut. Rokoknya laris manis. Apalagi, rokok bekas sedotan bibir Si Mendut. Akan terasa lebih manis dan sedap.

Akhirnya hubungan Mendut-Panacitra terendus juga oleh Wiraguna. Tak terima hadiah yang diberikan oleh Kadipaten Pati ini direnggut oleh seorang pemuda desa rendahan, seorang tumenggung pun bisa bermata gelap. Ditantanglah Panacitra duel maut oleh Wiraguna. Karena Panacitra hanyalah pemuda yang minim pengalaman tarungnya, dan Wiraguna adalah tumenggung yang sarat pengalaman, bisa ditebak hasil pertandingan yang tak seimbang ini.

Panacitra tewas dengan dada tertembus keris. Mendut pun meratap dan keluarlah sumpah dari mulutnya, bahwa Wiraguna, walau bagaimanapun, tak akan bisa memilikinya. Dicabutlah keris yang menancap dari tubuh kekasihnya, dan diakhirilah hidupnya sendiri dengan menghunus keris ke dadanya sendiri.

Mendut, seorang perempuan yang menggugat kemapanan kekuasaan patriarkis. Dia pun melawan dan membuktikan, perempuan tak akan sudi hanya sekedar menjadi hadiah tanda penaklukan suatu daerah atas daerah yang lain. Sayang, Mendut terlewat dari perhatian Pram, mengingat Pram sendiri berasal dari Blora, kota yang bersebelahan persis dengan Pati. Mendut, bukannya muluk, bisa kita sejajarkan dengan Kartini, Nyai Ontosoroh, Midah, Larasati, atau perempuan-perempuan kuat lainnya yang ditulis oleh Pram.

Kini, makamnya masih ramai dikujungi oleh peziarah. Terutama para pedagang rokok. Mereka percaya, agar dagangannya laku keras, mereka setidaknya menziarahi makam perempuan yang satu ini.



Lanjut baca yuk...

Arti Tahi Lalat di Sekitar Wajah Menurut Budaya Tionghoa

Hai semua
Di sela-sela kesibukan skripsi, iseng-iseng bikin artikel tentang Tahi Lalat.
Siapa sih disini yg gak punya tahi lalat?
Hmm.. Pasti rata-rata punya kan?

Yuk disimak 


Tahi lalat di dahi tengah:
Artinya Anda orang yang kreatif, punya banyak kelebihan dalam hal karier dan punya nasib baik untuk menjadi atasan. Anda punya kharisma yang dikagumi sehingga tak heran bila banyak orang menghargai dan menghormati Anda.

Tahi lalat di dahi kiri atau kanan:
Artinya Anda adalah orang yang akan sering bepergian ke luar negeri. Namun Anda juga bernasib buruk bila berhubungan dengan air, sehingga disarankan lebih banyak bepergian dengan menggunakan angkutan darat atau udara.

Tahi lalat di alis tengah:
Artinya Anda adalah orang yang kreatif, cerdas dan punya bakat artistik. Kemampuan Anda dapat membawa kepopuleran dan nama besar. Anda sangat disarankan untuk selalu mengikuti kata hati dan lebih berani agar selalu sukses.

Tahi lalat di atas alis:
Artinya nasib Anda baik dan Anda berbakat kaya. Sayangnya sepanjang hidup Anda akan banyak orang yang cemburu pada Anda. Sehingga Anda harus lebih berhati-hati apabila ada orang yang selalu berbicara manis. Selalu ikuti kata hati dan insting saja. Jangan pernah membiarkan orang lain yang mengatur keuangan Anda.

Tahi lalat di ujung alis:
Artinya Anda selalu bahagia, dan sepanjang hidup Anda akan berjalan lancar-lancar saja. Orang yang memiliki tahi lalat di alis umumnya punya kekuatan dan disegani banyak orang.

Tahi lalat di bawah alis:
Artinya Anda akan seringkali berargumen dengan keluarga, Anda mudah sedih dan berduka. Sangat disarankan agar Anda tidak keras kepala agar Anda bisa hidup bahagia.

Bagaimana bila tahi lalat terletak di sekitar mata dan telinga?
Tahi lalat di bawah mata:
Artinya hubungan Anda dengan keluarga kurang baik. Selamanya mereka akan merasa khawatir pada Anda. Anda harus banyak belajar tentang toleransi.

Tahi lalat di ujung mata:
Artinya Anda punya banyak uang, dan teman. Sayangnya kehidupan asmara Anda naik turun.

Tahi lalat di telinga:
Artinya Anda orang yang pandai, punya insting yang kuat dan berumur panjang. Anda akan selalu aktif sampai usia tua dan dikelilingi banyak orang yang baik.

Tahi lalat di hidung bagian atas:
Artinya bisa beruntung bisa bernasib buruk. Anda punya talenta yang sangat baik, tetapi semua akan kembali pada diri Anda. Anda bisa seketika menjadi kaya namun juga bisa seketika menjadi miskin. Semua tergantung pada kebaikan budi Anda.

Tahi lalat di hidung bagian tengah:
Artinya Anda akan mengalami problem keuangan. Jika Anda terlibat dalam judi, maka akan sulit untuk berhenti. Anda mudah jatuh cinta dan seringkali patah hati.

Tahi lalat di hidung bagian bawah:
Artinya Anda punya masalah dalam hal seksual.

Tahi lalat di samping hidung:
Artinya Anda mudah sekali jatuh sakit. Kesehatan Anda kurang baik.
Tahi lalat di pipi kanan/kiri atas:
Artinya Anda adalah seseorang yang pandai berbicara. Namun Anda tidak boleh besar kepala karena apabila Anda sombong maka Anda bisa kehilangan banyak hal berharga.

Tahi lalat di pipi kanan/kiri bawah:
Artinya Anda akan mencapai kesuksesan di usia muda. Namun bila Anda terlalu banyak bersenang-senang di usia muda maka Anda akan hidup sengsara di usia tua. Sehingga sangat disarankan selagi bisa menabung Anda harus memiliki banyak tabungan untuk bekal masa depan.

Tahi lalat di atas bibir:
Artinya Anda dikelilingi keluarga besar yang selalu mendukung Anda baik secara materi maupun fisik. Sehingga Anda bisa dibilang orang yang sangat beruntung.

Tahi lalat di bibir bagian ujung:
Artinya hidup Anda penuh toleransi dan keseimbangan. Anda punya banyak kesempatan baik asal selalu dipergunakan. Umumnya mereka punya fisik yang rupawan, bila pria ia akan tampan, bila wanita ia akan cantik.

Tahi lalat di bibir bagian bawah:
Artinya Anda punya problem dalam hal seksual dan makanan. Anda mudah depresi dan sulit melupakan seseorang saat jatuh cinta.

Tahi lalat di dagu atas:
Artinya Anda banyak punya masalah dengan kesehatan, harus menjaga tubuh agar tidak gemuk.

Tahi lalat di dagu bawah:
Artinya Anda orang yang senang bepergian. Anda tidak betah berdiam dalam satu tempat saja. Anda mudah bosan dan suka tantangan.

Tahi lalat di atas bibir:
Artinya Anda dikelilingi keluarga besar yang selalu mendukung Anda baik secara materi maupun fisik. Sehingga Anda bisa dibilang orang yang sangat beruntung.

Tahi lalat di bibir bagian ujung:
Artinya hidup Anda penuh toleransi dan keseimbangan. Anda punya banyak kesempatan baik asal selalu dipergunakan. Umumnya mereka punya fisik yang rupawan, bila pria ia akan tampan, bila wanita ia akan cantik.

Tahi lalat di bibir bagian bawah:
Artinya Anda punya problem dalam hal seksual dan makanan. Anda mudah depresi dan sulit melupakan seseorang saat jatuh cinta.

Tahi lalat di dagu atas:
Artinya Anda banyak punya masalah dengan kesehatan, harus menjaga tubuh agar tidak gemuk.

Tahi lalat di dagu bawah:
Artinya Anda orang yang senang bepergian. Anda tidak betah berdiam dalam satu tempat saja. Anda mudah bosan dan suka tantangan.


hayoooo kalian punya tahi lalat di mana?
kalo gue di dagu dan disamping hidung, hihihihi


dari berbagai sumber
Lanjut baca yuk...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...