1. Sumatera
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah
“Pulau Emas”. Istilah
pulau ameh (bahasa
Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita
Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama
tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari
Cina yang bernama
I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama
chin-chou yang berarti
“negeri emas”.
Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta:
Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau
Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah
Buddha yang termasuk paling tua,
Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke
Suwarnabhumi. Dalam cerita
Ramayana dikisahkan pencarian
Dewi Sinta, istri
Rama yang diculik
Ravana, sampai ke
Suwarnadwipa.
Para musafir
Arab menyebut Sumatera dengan nama
Serendib (tepatnya:
Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan
Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030,
mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun
ada juga orang yang mengidentifikasi
Serendib dengan
Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Lalu
dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik
secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama
Sumatera berasal dari nama
Samudera,
kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak
abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.
Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri.
Odorico da Pardenone
dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke
timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan
Sumoltra.
Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab
Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan
Samatrah.
Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil
alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.
Pada
tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan
di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh
Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo
Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama
Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu
Camatra,
dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio
Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi
sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya:
Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan
Zamatra dan
Zamatora.
Catatan-catatan
orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir
Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra.
Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah
kita:
Sumatera
2. Jawa
Asal-usul
nama ‘Jawa’ tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah bahwa para
musafir dari India menamakan pulau ini berdasarkan tanaman
jáwa-wut, yang sering dijumpai . Ada kemungkinan lain sumber: kata
Jau dan variasinya berarti “di luar” atau “jauh”. Dan, dalam bahasa
Sansekerta yava berarti barley atau
Jelai atau
Jawawut, tanaman yang terkenal pulau itu. Sumber lain menyatakan bahwa kata “
Jawa” berasal dari
Proto-Austronesia yang berarti
‘rumah’.
3. Bali
Asal usul nama untuk Pulau Bali yang berhasil ditemukan dalam prasasti-prasasti sampai pada saat ini adalah nama-nama :
Wali, Bali, Banten.
- Sebutan “wali” untuk Pulau Bali ditemukan dalam prasasti-prasasti Blanjong (di
daerah Sanur, Denpasar) yang bertahun Saka 83r4 ). Nama Wali itu
ditemukan dalam kaitannya dengan kata-kata dalam Prasasti tersebut yang
berbunyi …………….Walidwipa…………Pulau Bali. Kata Wali yang berasal dari kata Sanskerta berarti Persembahan dalam bahasa Inggris disebut Offering.
- Pada tahun Saka 905 yakni tujuh puluh tahun setelah ditulisnya kata Wali untuk nama Pulau Bali di dalam Prasasti Gobleg, Pura Desa II. Dalam Prasasti ini ditemukan kata-kata ……..siwyan……..dini di Bali………….yang artinya “dihormati di sini di Bali”.
- Nama Bali untuk Pulau Bali ditemukan pula dalam Prasasti Raja Jayapangus antara lain dalam Prasasti Buahan D
(1103 Saka) dalam kaitannya dengan kata-kata yang berbunyi,….pinaka
pangupajiwaning jiwa wardhana ring Bali Dwipa,….yang artinya “merupakan
sumber penghidupan demi pertumbuhan setiap penduduk di Pulau Bali.
4. Kalimantan
- Borneo dari
kata Kesultanan Brunei Darussalam yang sebelumnya merupakan kerajaan
besar dan luas (mencakup Serawak dan sebagian Sabah karena sebagian
Sabah ini milik kesultanan Sulu-Mindanao. Para pedagang Portugis
menyebutnya Borneo dan digunakan oleh orang-orang Eropa. Di dalam Kakimpoi Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 Kerajaan Brunei kuno disebut “Barune”, sehingga ada pula yang menyebutnya “Waruna Pura”. Namun penduduk asli menyebutnya sebagai pulo Klemantan.
- Menurut Crowfurd dalam Descriptive Dictionary of the Indian Island (1856), kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.
- Menurut Dr. B. Ch. Chhabra dalam jurnal M.B.R.A.S vol XV part
3 hlm 79 menyebutkan kebiasaan bangsa India kuno menyebutkan nama
tempat sesuai hasil bumi seperti jewawut dalam bahasa sanksekerta yawa
sehingga pulau itu disebut yawadwipa yang dikenal sebagai pulau Jawa sehingga berdasarkan analogi itu pulau itu yang dengan nama Sansekerta Amra-dwipa atau pulau mangga.
- Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall menyebutkan bahwa kata Kalimantan berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan, Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu.
- Menurut W.H Treacher dalam British Borneo dalam jurnal M.B.R.A.S (1889), mangga liar tidak dikenal di Kalimantan utara. Lagi pula Borneo tidak pernah dikenal sebagai pulau yang menghasilkan mangga malah mungkin sekali dari sebutan Sago Island (pulau Sagu) karena kata Lamantah adalah nama asli sagu mentah.
- Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Sriwijaya (LKIS
2006), kata Kalimantan bukan kata melayu asli tapi kata pinjaman
sebagai halnya kata malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang
berarti gunung). Kalimantan atau Klemantan berasal dari Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.
5. Sulawesi
Orang Portugis adalah yang pertama merujuk ke Sulawesi sebagai ‘
Celebes’. Arti nama ini tidak jelas. Satu teori mengklaim kalau itu berarti
“sulit untuk dicapai” karena pulau tersebut dikelilingi arus laut dan air dan sungai yang deras. Nama modern
‘Sulawesi’ mungkin berasal dari kata-kata
sula ( ‘pulau’) dan
besi ( ‘besi’) dan dapat merujuk kepada sejarah ekspor besi dari
Danau Matano yang kaya akan deposit bijih besi.
6. Irian Jaya atau Papua
Papua
adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli
Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir
tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama
TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama
Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau
ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan
menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA
GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya
Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The
Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur
Indonesia ini sebagai surga yang hilang.
Tidak diketahui
apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat
kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di
Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun
1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang
sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina
(Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem
penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil
menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya
penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di
atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh
bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang
malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika
benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.
Papua
telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18
Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan
kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor
burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang
merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya
mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah,
wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman
Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah
kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah
Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta
pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.
Tanah Papua sangat kaya.
Tembaga
dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang
terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar
di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah.
Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua
merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini.
Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari
penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di
sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana
mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang
hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis
burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam
sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur
dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai
Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).
Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai
Provinsi Irian Barat
sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian
Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas
Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
Irian sendiri merupakan kependekan dari
Ikut Republik Indonesia, Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia, rejecting the Netherlands)
Nama
provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes
(penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua
provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama
Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat
(setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi
wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Kata
Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti
rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.
7. Sabang dan Pulau Weh
Berbicara mengenai sejarah, nama
Sabang sendiri berasal dari bahasa
Arab,
Shabag yang artinya
gunung meletus.
Mengapa gunung meletus? mungkin dahulu kala masih banyak gunung berapi
yang masih aktif di Sabang, hal ini masih bisa dilihat di gunung
berapi di
Jaboi dan Gunung berapi di dalam laut
Pria Laot.
Sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi
Yunani,
Ptolomacus berlayar
ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut
selat Malaka, pulah Weh! Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan
pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut. Pada abad ke
12,
Sinbad mengadakan pelayaran dari Sohar, Oman,
jauh mengarungi melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri
Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Sinbad
berlabuh di sebuah pulau dan menamainya Pulau Emas, pulau itu yang
dikenal orang sekarang dengan nama Pulau Weh.
Sedangkan
Pulau Weh berasal dari kata dalam bahasa aceh, ”weh” yang artinya
pindah, menurut sejarah yang beredar Pulau Weh pada mulanya merupakan
satu kesatuan dengan Pulau Sumatra, karena sesuatu hal akhirnya Pulau
Weh, me-weh-kan diri ke posisinya yang sekarang. Makanya pulau ini
diberi nama Pulau Weh.
8. Bangka
Asal Usul Nama Pulau Bangka memiliki beberapa versi.
- Temuan
arkeologi yang terkenal adalah prasasti kota kapur yang menggunakan
huruf pallawa dalam bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti kota kapur
ini menunjukan pengaruh kerajaan sriwijaya atas pulau bangka kala itu,
diperkirakan antara abad ke-6 Masehi dan abad ke-7 Masehi. Prasasti
itu dibuat masa pemerintahan Dapunta Hyang, penguasa kerajaan Sriwijaya.
Artifak ini ditemukan oleh seorang Belanda bernama J.K. van der
Meulen di tahun 1892 di daerah kabupaten Bangka, kecamatan Mendo
Barat. Kemudian artifak-artifak tersebut dianalisa oleh H. Kern,
seorang ahli Epigrafi, dimana ia menganggap bahwa sriwijaya adalah
nama seorang raja, karena “sri” mengindikasikan seorang raja. Hingga
akhirnya George Cœdès (1886-1969), seorang sejarahwan dan arkeolog
Perancis menyatakan bahwa Sriwijaya adalah sebuah Kerajaan. Prasasti
ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi
dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm
pada bagian puncak. Isinya berupa “low enforcement”bagi orang-orang
pulau Bangka, yakni semua orang yang melawan atau memberontak terhadap
Sriwijaya akan dihukum dan dikutuk. Di dalam salah satu prasasti
tersebut tertulis “VANKA“ dalam huruf pallawa, yang diartikan TIMAH.
- Asal Usul Versi berikutnya adalah Nama Pulau Bangka berasal dari kata bangkai. Mengapa demikian? Hal ini berkaitan dengan banyaknya bangkai kapal yang kandas di pesisir Bangka. Sehingga akhirnya disebut Pulau Bangkai yang berubah menjadi Pulau Bangka.
- Adapula mitos adanya seorang raksasa besar yang mati terdampar dan bangkai si raksasa itu akhirnya menjadi pulau bangka.
- Versi lain, diantaranya ada yang mengatakan bahwa Pulau Bangka itu berasal dari jenis batang kayu namanya “ kayu bangka ” yang banyak dibuat menjadi bandan kapal.
- Selanjutnya versi yang mengatakan bahwa Nama Pulau Bangka berasal dari orang-orang Tionghoa yang menyebutnya “BANGKA” yang artinya timah.
Hal ini didukung dengan fakta-fakta sejarah dimana orang-orang
Tionghoa dominan menjadi penambang timah jauh sebelum Belanda dan
Inggris. Bahkan jumlah orang Tionghoa yang datang itu tercatat pernah
hingga melebihi jumlah pribumi yang ada. Bagi orang Tionghoa, timah
adalah alat yang penting untuk membuat kertas sembahyang dan perkakas,
disamping mereka perdagangkan timah batangan dengan orang-orang Eropa.
Hingga kini, keturunan orang Tionghoa tersebut masih mendiami Pulau
bangka sebagai tanah air mereka. 90%-nya adalah Tionghoa suku Hakka (khek), mereka berbahasa Melayu bangka dan Thong Boi, Bahasa suku Hakka (khek), dan menjadikan “Urang Bangka“ atau “Bangka Ngin” sebagai identitas mereka sehari-hari.
9. Sunda
Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai
Sunda yang
terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian
ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah
dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian
terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah
Sunda pula yakni
Kepulauan Sunda Besar dan
Kepulauan Sunda Kecil.
- Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan.
- Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.
Daerah
Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena
keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang
berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari
Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa
misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep
Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan
dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai
the Island of God.
Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah
Nusa Tenggara Barat dikenal
dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa
tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa
Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara
Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari
kerajaan Bali membangun
Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.
Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah
Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga.
Cendana adalah
tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad
masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia
bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana
di Nusa Tenggara Timur terutama
Pulau Sumba dan
Pulau Timor.
Konon
Nabi Sulaiman
memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan
untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat
yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara
Timur.
10. Timor
Nama
Negara Timor berasal dari bahasa Austronesia yang berarti
Timur.
Nama Pulau Timor sebetulnya berasal dari penyebutan orang-orang
Nusa Tenggara yang melihat bahwa pulau tersebut terletak di gugusan
kepulauan Nusa Tenggara yang berada paling timur. Dari nama Pulau
Timor itulah muncul nama Negara Timor.
11. MALUKU-KEPULAUAN REMPAH-REMPAH
Maluku memiliki nama asli
“Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil.
Maluku dikenal dengan kawasan
Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai
‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni
Ternate, Banda dan
Ambon.
Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez
menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate,
Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.
Pada masa lalu
wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh
dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal
dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan
tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu
dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.
Pada 4000
tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III.
Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa,
kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt”
berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat
diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi
benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu,
cengkih hanya
terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan
(sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang
paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.
Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala.
Buah Pala (Myristica fragrans)
merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda,
Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan
biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa
Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang
Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang
dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan
Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada
akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah
adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama
mencapai India dan Maluku.
Kini sebenarnya Maluku bisa
kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan
dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.
dari berbagai sumber